"Sedekah & perencanaan keuangan"
Nah ada banyak cara untuk beramal, namun yang paling umum yakni dengan menggunakan uang. Karena itu beramal dan perencanaan keuangan pada dasarnya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Melalui beramal inilah kita dapat melihat dimensi lain dari perencanaan keuangan yang tidak hanya bersifat manusiawi tetapi juga Illahiah.
Tabungan Dunia Akhirat
Dalam menetapkan prioritas penggunaan uang, saya menganjurkan orang untuk mengalokasikan menabung dan berinvestasi sebesar 30% dari penghasilan rutinnya, bukan hanya 10% saja. Prioritas selanjutnya kemudian ditetapkan untuk alokasi pembayaran cicilan hutang dan premi asuransi yang jatuh tempo. Terakhir barulah sisanya dialokasikan untuk membayar biaya hidup. Mengingat kebanyakan orang masih saja sulit menabung, prosentase sebesar itu ternyata dianggap memberatkan “Bisa-bisa tidak makan!”. Prioritas demikian juga sesekali mengundang protes, karena tidak disebut-sebut pos amal, zakat, infaq dan sedekah.
Itulah mengapa 30% dari penghasilan kita yakni jumlah kuota yang di prioritaskan untuk menabung dan berinvestasi. Jika anda harus mengambil jatah 2,5% - 10% dari penghasilan untuk tabungan akhirat, maka masih tersisa kuota sejumlah 20% - 27,5% untuk tabungan dunia. Kini anda mampu beramal setiap bulan dalam jumlah yang sudah dianggarkan dan di prioritaskan pembayarannya sehingga tidak perlu menunggu sisa. Dengan demikian tabungan alam abadi dan dunia anda dapat dijalankan secara disiplin baik dari rutinitasnnya maupun jumlahnya.
Beramal Yang Tidak Egois
Berbelanja amat menyenangkan, manakala kita menukar uang kita dengan hal-hal yang kita sukai. Mungkin itu mampu berupa tas baru, jam tangan, ganti kendaraan beroda empat atau jalan-jalan ke Eropa. Menabung dan berinvestasi juga sama menyenangkannya karena dari waktu ke waktu kita dapat melihat akumulasi uang yang kita kumpulkan. Bahkan membeli asuransi membuat kita lebih hening karena jikalau terjadi risiko keuangan ada dukungan keuangan sejumlah uang pertanggungannya. Makanya uang disebut berfungsi sebagai alat tukar, karena anda menukar uang untuk menerima hal-hal yang anda butuhkan atau yang anda inginkan.
Bagaimana beramal dengan uang - apakah dalam beramal konsep uang sebagai nilai tukar juga diterapkan? Kalau ya, apa yang kita tukarkan dalam beramal? Ditinjau dari sisi keagamaan, orang yang beramal umumnya berharap menerima pahala. Beramal mampu jadi sebuah transaksi tetapi bukan jual beli untuk menerima barang atau jasa tertentu. Karena itu fungsi uang sebagai alat tukar mampu diterapkan dalam beramal karena kita mampu menukar uang kita untuk menerima pahala. Disinilah fungsi beramal sering diibaratkan sebagai persiapan tabungan akhirat. Bagi orang yang percaya ada kehidupan setelah mati – maka dimana posisinya setelah meninggal yakni sesuatu hal harus direncanakan selagi hidup. Orang beramal untuk mengakumulasi pahala, semakin banyak tabungan pahalanya semakin besar kesempatannya masuk surga.
Pemahaman mirip ini rasanya terlalu egois dan hambar untuk sebuah konsep beramal. Tetapi tidakkah insan itu mahluk yang rasional, karena itu beliau cenderung memilih mana yang paling menarik baginya atau yang paling menguntungkannya, termasuk dalam beramal sekalipun. Bisakah kita menawarkan seluruh harta kita untuk beramal? Kebanyakan orang tidak mungkin melakukanya dan rasanya itu cukup bijaksana. Orang cenderung beramal sejumlah tertentu yang tidak memberatkan. Itulah batas keikhlasan – batas ketidak egoisan seseorang dalam jumlah beramal.
Jika anda masih ingat bagaimana perasaan anda tiap kali setelah beramal. Anda senang dan merasa lebih baik dengan diri anda dikarenakan telah melaksanakan perbuatan baik. Coba anda hitung berapa banyak dari pembelanjaan anda yang salah sasaran. Anda menukar uang dengan barang-barang yang anda inginkan gara-gara terbujuk rayuan diskon, ikut-ikutan teman, ingin pamer atau sekedar pelampiasan akan sesuatu hal. Setelah berbelanja bukannya puas malah menyesal. Dalam beramal yang terjadi justru sebaliknya anda menukar uang namun tidak menerima barang tetapi anda tidak menyesal bahkan merasa senang dan puas. Makara kurang sempurna juga jikalau dikatakan tidak mendapat apa-apa, karena setelah beramal anda menerima kepuasan pribadi. Makanya jikalau uang mampu membeli kebahagiaan, beramal mungkin salah satu caranya. Kalau begitu bisakah kita benar-benar tulus dalam beramal dan adakah amalan yang tidak egois? Menurut saya mencoba untuk benar-benar tulus yakni suatu tantangan yang luar biasa. Saya yakin ada yang mampu mencapainya walaupun jumlahnya tidak banyak.
Beramal sungguh suatu simulasi yang sempurna bagi siapapun yang sedang bergelut diantara keputusan-keputusan moril maupun materil wacana keuangan. Dia kembali meletakkan uang pada problem yang sebenarnya, yaitu sarana mencapai tujuan – bukan tujuan itu sendiri. Beramal selain menjauhkan diri dari sifat serakah yang amat buruk karena sifat itu tidak mampu dipuaskan, juga melepaskan ketergantungan akan uang sehingga kita tidak terobsesi dengannya. Pada balasannya beramal pun membutuhkan perencanaan keuangan karena itu berzakat turut membantu terbentuknya kebiasaan penggunaan uang yang baik, yaitu yang berdasarkan prioritas.
Mike Rini Sutikno, CFP
PT. Mitra Rencana Edukasi - Perencana Keuangan / Financial Planner
Website. www.mre.co.id, Portal. www. kemandirianfinansial.com
Fanspage. MreFinancialBusiness Advisory, Twitter. @mreindonesia
Google+. Kemandirian Finansial, Email. info@mre.co.id,
Youtube. Kemandirian Finansial
PT. Mitra Rencana Edukasi - Perencana Keuangan / Financial Planner
Website. www.mre.co.id, Portal. www. kemandirianfinansial.com
Fanspage. MreFinancialBusiness Advisory, Twitter. @mreindonesia
Google+. Kemandirian Finansial, Email. info@mre.co.id,
Youtube. Kemandirian Finansial